masukkan script iklan disini
Foto : Marnoto alias cenot
Marnoto, sarjana peternakan asal Tegal, baru saja lulus dari perguruan tinggi negeri di Purwokerto. Pria sederhana ini, yang kemudian akrab dipanggil Cenot, menghadapi dilema besar: mau beternak, tapi tak punya modal. Setelah merenung panjang, ia akhirnya bergabung dengan teman-temannya yang bekerja sebagai jurnalis TV.
Cenot, yang sabar dan pendiam, mulai belajar tentang dunia jurnalistik. Meski awalnya tak tahu apa-apa soal kamera atau cara menulis naskah, ia punya semangat luar biasa. Prinsip hidupnya sederhana: "Kepepet adalah motivasi terbaik."
Lama-kelamaan, Cenot mulai paham teknik dasar mengambil gambar dan menulis naskah. Walau sering membuat kesalahan konyol, ia tetap gigih belajar. Hingga suatu hari, sebuah kejadian lucu membuat namanya dikenang rekan rekanya sesama jurnalis.
Pagi itu, tim jurnalis TV sedang liputan sebuah acara disatu tempat di wilayah Banyumas. Semua rekan Cenot sudah sibuk mengambil gambar dan mewawancarai pejabat setempat. Tapi, seperti biasa, Cenot datang telat karena lupa jalan. Saat sampai di lokasi, wawancara sudah selesai, dan narasumber sedang bersantai sambil berbincang.
Namun, Cenot yang penuh percaya diri mendekati narasumber. Dengan senyum khasnya meminta untuk wawancara kembali sambil mengacungkan kamera sambil berkata,
"Pak, seperti yang tadi, ya?"
Narasumber langsung kebingungan.
"Maksudnya apa, Mas?" tanya sang pejabat.
Cenot dengan polos menjawab,
"Bapak bicara saja seperti waktu tadi diwawancara teman-teman saya."
Seketika suasana jadi pecah. Narasumber tertawa terpingkal-pingkal, begitu juga teman-teman jurnalis lainnya yang mendengar dari sekitar lokasi. Salah satu rekannya bahkan sampai terjatuh karena tak kuat menahan tawa.
"Seperti yang tadi! Ha ha ha! Cenot, kamu memang beda, ya!"
Cenot hanya tersenyum malu-malu, tapi mentalnya tetap baja. Dia tak peduli dengan tawa teman-temannya. Malah, dengan santainya ia mengeluarkan buku catatan kecil dan bertanya:
"Pak, jadi gimana tadi? Bapak masih ingat enggak, biar saya catat ulang?"
Mendengar itu, tawa di lokasi makin pecah. Meski sering jadi bahan lelucon, Cenot tetap bertahan dengan tekadnya. Baginya, menjadi jurnalis adalah seni "berimprovisasi," meski terkadang hasilnya bikin geleng-geleng kepala.
Dan begitulah, Cenot akhirnya menjadi ikon teman teman jurnalis di Banyumas. Meski ilmunya minim, semangat "seperti yang tadi" miliknya selalu dikenang.