• Jelajahi

    Copyright © Citizen Journalism - Catatan Robbi Sofwan Amin
    Best Viral Premium Blogger Templates
    Premium By Cokro With Shroff Templates

    Menu Atas


     

    SUMU Banyumas Tolak Kenaikan PPN 12%, Sebut Ancaman Nyata bagi UMKM

    masukkan script iklan disini
    Foto : Brili Agung Koordinator Daerah SUMU Banyumas
    Banyumas, 21 November 2024 – Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) Banyumas secara tegas menolak rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini dinilai berpotensi memperburuk kondisi ekonomi nasional yang sedang tidak stabil.

    Koordinator Daerah SUMU Banyumas, Brili Agung, menyebut bahwa saat ini Indonesia tengah menghadapi penurunan daya beli masyarakat dan penurunan jumlah kelas menengah. Ditambah lagi, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini semakin membebani perekonomian rakyat. "Kenaikan PPN akan membuat harga jual semakin tinggi, sehingga daya beli masyarakat turun, omzet usaha anjlok, dan pelaku UMKM terancam gulung tikar," ujarnya.

    Dalam pemerintahan Presiden Prabowo, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dicanangkan sebagai prioritas. Namun, menurut Brili, kebijakan kenaikan PPN ini justru bertolak belakang dengan tujuan tersebut. "Bagaimana ekonomi bisa tumbuh jika pelaku usaha langsung dihadapkan pada potongan pajak sebesar 12%? Ini sangat kontraproduktif," tegasnya.

    PPN Indonesia Tertinggi di ASEAN
    Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu negara dengan PPN tertinggi. Singapura, misalnya, hanya menetapkan Value Added Tax (VAT) sebesar 9%. Bahkan, beberapa negara maju seperti Hong Kong telah menetapkan pajak 0% untuk mendukung pertumbuhan investasi dan kelangsungan usaha.

    "Pemerintah memang perlu menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi menaikkan PPN bukanlah satu-satunya solusi. Ada alternatif lain, seperti meningkatkan pajak bagi orang super kaya yang mendapatkan keuntungan besar dari sumber daya Indonesia," tambah Brili.

    Ancaman bagi Kelas Menengah dan UMKM
    Penurunan jumlah kelas menengah menjadi salah satu kekhawatiran terbesar. Data menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah turun 16,5%, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Hal ini berdampak langsung pada konsumen utama UMKM di Indonesia.

    “Jika kebijakan ini dipaksakan, jumlah kelas menengah bisa terus menurun. Padahal mereka adalah konsumen terbesar UMKM. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak ini dengan serius,” lanjutnya.

    Brili juga menyinggung bahwa meskipun kenaikan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), penerapannya seharusnya tidak harus dipaksakan. Ia mencontohkan kebijakan pajak karbon yang hingga kini belum diterapkan meskipun sudah tercantum dalam undang-undang yang sama.

    Seruan untuk Pengkajian Ulang
    SUMU Banyumas mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kenaikan PPN ini demi keberlangsungan hidup UMKM dan kesejahteraan masyarakat. “Pemerintah harus lebih adil dan berpihak pada rakyat kecil. Jangan sampai kenaikan PPN menjadi beban tambahan yang menghancurkan UMKM, tulang punggung perekonomian kita,” pungkas Brili.

    Dengan pertimbangan yang matang, SUMU Banyumas berharap kebijakan ini dapat ditunda atau bahkan dibatalkan demi menjaga stabilitas ekonomi nasional.
    Premium By Raushan Design With Shroff Templates
    Komentar

    Tampilkan